Dero.desa.id – Di tengah kemajuan zaman, sebagian masyarakat Kabupaten Ngawi masih setia menjalankan tradisi leluhur. Salah satunya adalah tradisi methil atau boyong padi, sebuah ritual syukur sebelum panen yang masih lestari di kalangan petani.
Methil adalah ritual sederhana yang dilakukan petani di tengah sawah sebelum memanen padi. Tradisi ini mirip kenduri atau kondangan, tetapi dilakukan secara pribadi di petak sawah masing-masing.
Salah satu yang masih melestarikan methil adalah Suparman (55), warga Dusun Tegal Duwur, Desa Dero, Kecamatan Bringin, Kabupaten Ngawi. Setiap musim panen tiba, ia selalu mengadakan ritual ini sebagai bentuk rasa syukur. Selain Suparman, Suparno (42), Kepala Dusun Tegal Duwur, juga masih rutin menjalankan tradisi ini. Sabtu ( 01/3) pagi.
Methil dilakukan langsung di sawah sebelum panen dimulai. Petani menyiapkan berbagai sesaji seperti nasi, ingkung ayam, kerupuk, lauk-pauk, serta daun pisang dan jati sebagai alasnya. Sebelum didoakan bersama, merang dan kemenyan dibakar sebagai bagian dari ritual.
Tradisi ini dilakukan setiap kali musim panen tiba, sebagai tanda rasa syukur atas hasil pertanian yang melimpah dan berkualitas.
Methil diyakini sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas berkah panen yang baik, perlindungan dari hama, dan hasil yang melimpah. Masyarakat Jawa percaya bahwa tradisi ini membawa ketentraman dan manfaat bagi pemilik sawah.
Menurut Suparno, methil bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga sarana mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Ia berharap tradisi ini tetap lestari meskipun tidak semua petani melaksanakannya.
"Ini bukan hanya soal ritual, tetapi juga bentuk syukur dan doa agar pertanian tetap diberkahi. Alhamdulillah, di Desa Dero tradisi ini masih terjaga," pungkasnya
Tradisi methil adalah salah satu kekayaan budaya yang perlu terus dijaga, agar nilai-nilai leluhur tetap hidup di tengah modernisasi.
Baca Juga Berita Sebelumnya: