Dero.desa.id - Masyarakat Jawa di Dusun Tegal Duwur, Desa Dero, Kecamatan Bringin, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, masih melestarikan tradisi unik dalam menebak jenis kelamin bayi dalam kandungan, yaitu dengan menggunakan kelapa muda. Tradisi ini merupakan bagian dari upacara tingkepan atau mitoni yang dilakukan pada usia kehamilan 7 bulan.
Upacara ini di mulai dengan pembacaan ayat suci Al-Quran yakni surat Mariam, surat Yusuf, surat Ar Rohman dan sholawatan yang di pimpin oleh Kyai dan di lanjutkan selamatan tingkeban yang di pimpin oleh sesepuh Dusun. Kesemuanya bertujuan untuk mendoakan bayi agar terlahir dengan normal, lancar, dan dijauhkan dari berbagai kekurangan dan bahaya.
Acara selamatan tingkeban yang di pimpin oleh sesepuh Dusun
Pada Kamis malam, 8 Februari 2024, tradisi ini dilangsungkan di rumah Suratman. Putrinya, Novikah Ratma Puji, yang sedang mengandung 7 bulan, menjadi pusat acara.
Suratman mengatakan, "Tradisi ini sudah ada sejak zaman nenek moyang kami dan masih dilestarikan hingga sekarang. Selain untuk menebak jenis kelamin bayi, tradisi ini juga sebagai bentuk doa agar bayi yang lahir kelak sehat dan berbudi luhur." Ujar Suratman
Ia menambahkan, "Upacara ini juga menjadi momen bagi keluarga dan kerabat untuk berkumpul dan mendoakan kelancaran persalinan." Tuturnya
Pembacaan ayat suci Al-Quran yang di pimpin oleh Kyai
Suratman pun berharap agar cucunya kelak terlahir dengan sehat dan membawa kebahagiaan bagi keluarga.
Dalam tradisi ini, Bambang, yaitu suami Novikah, memecah kelapa muda yang telah tulisi dengan tulisan arab atau diukir gambar Kamajaya dan Dewi Ratih (atau Arjuna dan Dewi Sinta di beberapa daerah) dengan kapak atau pisau besar.
Jika cengkir terbelah sempurna, maka diramalkan bayi yang dikandung adalah laki-laki. Jika meleset, maka bayinya perempuan.
Tradisi ini merupakan bentuk kearifan lokal yang sarat makna. Kelapa muda melambangkan kesucian dan kesuburan, sedangkan gambar Kamajaya dan Dewi Ratih (atau Arjuna dan Dewi Sinta) melambangkan harapan agar bayi yang lahir kelak memiliki paras yang tampan/cantik dan budi luhur.
Meskipun tradisi ini tidak terbukti secara ilmiah, namun tradisi ini tetap dilestarikan sebagai bentuk budaya dan doa masyarakat Jawa untuk menyambut kelahiran sang buah hati.
Baca Juga Berita Sebelumnya: