Dero.desa id - Tradisi tahlilan dan Yasinan masih menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Islam di Indonesia. Lebih dari sekadar ritual, kegiatan ini merupakan bentuk penghormatan, doa, dan penguatan iman bagi keluarga yang ditinggalkan.
Dimulai sejak malam pertama setelah seseorang meninggal, tahlilan dan Yasinan terus berlanjut pada hari ke-7 (mitung ndino), hari ke-40 (matangpuluh), hari ke-100 (nyatus), hingga hari ke-1000 (nyewu). Setiap tahapan memiliki makna mendalam, mulai dari mengiringi perjalanan almarhum, menguatkan keluarga, hingga mempererat kebersamaan dalam lingkungan sekitar.
Pada Minggu sore (23/03), di Dusun Tegal Duwur, Desa Dero, tradisi nyewu dino digelar di rumah Bapak Suparno untuk mengenang ibunda tercinta, almarhumah Ibu Narti. Suasana haru menyelimuti rumah duka saat keluarga, tetangga, dan kerabat berkumpul, membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an, serta memanjatkan doa bagi almarhumah.
Saat ditemui tim media Desa Dero, Suparno mengungkapkan, "Tradisi ini bukan hanya untuk mengenang ibu, tetapi juga sebagai pengingat bagi kami yang masih hidup agar senantiasa berbuat baik dan memperbanyak amal."ujarnya
Ia menambahkan bahwa melalui tahlilan dan Yasinan, hubungan sosial antarwarga semakin erat, menciptakan rasa kebersamaan dan kepedulian. "Di sini, kami tidak hanya mendoakan almarhumah, tetapi juga saling menguatkan dan berbagi dalam kebaikan apalagi berbuka bersama," tambahnya.
Suparno berharap tradisi ini tetap lestari, meski zaman terus berkembang. "Semoga generasi mendatang tetap memahami makna doa dan kebersamaan ini, karena dalam setiap lantunan ayat suci, ada harapan agar almarhumah mendapat tempat terbaik di sisi-Nya."
Tradisi tahlilan dan Yasinan memang lebih dari sekadar peringatan. Ia adalah warisan budaya dan spiritual yang terus mengalir, menghubungkan yang hidup dengan yang telah tiada melalui doa-doa yang tak pernah putus.
Baca Juga Berita Sebelumnya: